Kumpulan Karya Seni Nyentrik dan Orisinal Melalui Mahasiswa FK

Kumpulan Karya Seni Nyentrik dan Orisinal Melalui Mahasiswa FK

Minggu, 10 Juni 2018

Visi




   





“Cita-cita bukan tentang seberapa tinggi dan seberapa besarnya, tetapi seberapa besar keinginan untuk meraihnya”





Kadang ekspektasi tak sejalan dengan realita, terkadang mimpi tak sejajar cinta. Angan boleh saja besar namun harapan tak boleh disusun secara kasar. Bagiku, dua hal inilah yang cocok untuk perumpamaan tersebut, mimpi dan cinta merupakan dua hal yang begitu menggunggah diriku untuk terperosok ke dalamnya. Dua hal yang selalu menimbulkan tanda tanya bagi diriku. Sudah begitu jauh mengejar dan mencari tahu namun apa daya, apa yang dicari belum tentu menyenangkan baginya. Begitulah yang harus dihadapi oleh seorang anak visioner yang merantau demi tekad untuk menimba ilmu sebanyak dan setinggi mungkin karena pada era itu Jawa merupakan kiblat pusaran arus pengetahuan bagi anak-anak negeri dan Jawa adalah jawaban untuk itu, terkhusus di kalangan anakn negeri yang berasal dari Indonesia bagian timur. Jawa bagi aku adalah surga karena di sana banyak pengalaman, ilmu, teman, makanan/minuman enak, alam yang indah, dan masih banyak lagi yang menarik untuk diselami  dan dijelajah lebih dalam. Di tengah hiruk pikuk kehidupan di tanah Jawa, aku bahkan tak menyangka bahwa kini berada di suatu kota besar metropolitan yaitu Jakarta. Siapa sih yang tak mengenal Jakarta sebagai ibukota Indonesia ?, teriknya panas mentari, bunyi-bunyi mesin dan kendaraan yang keluar-masuk membising di telinga, gedung-gedung pencakar langit, padat merayapnya kendaraan di tengah kota, pusat pemerintahan dan berdikarinya negeri ini diproklamirkan di kota ini serta dengan sejuta kebudayaan yang tercampur aduk dalam pita bhineka tunggal ika begitulah gambaran yang khas bagi Jakarta di pandangan mata tiap orang yang menginjakkan dirinya pertama kali di Jakarta.
▄▀▄▀▄
“Nama saya Andi, saya berasal dari Makassar salam kenal ya” ujarku. Aku dikenalkan oleh ibu kosannya kepada Suja yang ialah teman angkatan baruku di kampus. Aku tak menyangka secepat itu langsung bertemu teman baru, walaupun masa pengenalan kampus masih berlangsung dua hari lagi.
“Hai aku Suja, aku dari Mojekerto, nanti kalau besok-besok kamu ada perlu bisa saja main ke kosan aku” sahut Suja sembari menjabat tangan Andi. Ia tersenyum.
“Kamu dari angkatan SMA yang lulusnya 2014 gak ?”
“Iya, aku 2014. Jadi nganggur setahun dulu aku hahaha” Suja tersipu malu ketika mengakui bahwa ia telat masuk kuliah. Suja menggaruk kepalanya sembari tertawa kecil.
“Hahaha..ternyata kita tak jauh beda, saya juga 2014”, mereka berdua tak henti tertawa karena menyadari jalan hidup mereka sekilas sih BeTi (Beda Tipis).  Setelah perkenalan singkat yang diinisiasi oleh ibu kosan mereka, Suja duluan pamit karena ada keperluaan yang harus ia kerjakan. Beban satu tahun lambat kuliah tentunya menjadi beban tersendiri di kalangan kami angkatan 2014 pada era itu. Kegagalan yang ku miliki kadang juga menyenangkan, hidup dengan kepercayaan bahwa cobaan itu berguna untuk menempa diri.
▀▄▀▄▀
Cita-citalah yang membawa Andi hingga memutuskan untuk nganggur selama setahun. Aku sangat berambisi untuk menjadi seorang dokter namun dengan tekad baja, hanya mau pada saat itu masuk ke perguruaan tinggin negeri (PTN) top dan berkaliber yang ada di Jawa Tengah. Menurutku, cita-cita itu harus diperjuangkan sama halnya dengan kemerdekaan bangsa ini butuh keringat, pikiran, dan usaha untuk meraihnya bahkan kalau boleh 1 tahun hanya demi PTN tersebut, mengapa tidak pikirku ?, namun rancangan model Sang Maha Kuasa membelokkan ambisiku kembali ke jalan-Nya yang benar karena terkadang apa yang diinginkan oleh manusia belum tentu adalah kebutuhannya. Sama halnya seseorang yang meminta roti kepada ayahnya namun ayahnya memberikan burger kepada anaknya. Begitulah cara kerja Sang MahaKuasa dalam rencana hidupku, aneh tapi penuh kejutan. Ketika masa-masa penganggurannya sebagai cikal bakal mahasiswa fakultas kedokteran (FK) ada satu pertanyaan yang begitu sederhana tetapi bila diresapi begita menyayat hati, aku merasa semua orang yang pernah merasakan hidup di fase saat itu beranggapan yang sama.
“Nak, sekarang kamu kuliah di mana ?” tanya keluarga.
“Dek, sekarang kamu lagi kuliah di mana dan jurusan apa dek ?” tanya orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Please deh, apa gak ada pertanyaan lain apa ? pikirku. Ketika aku ditanya pertanyaan itu hanya bisa mengelus dada, berpura-pura  tidak mendengar pertanyaan tersebut atau yang paling parahnya menjawabnya sebagai berikut :
“Ini saya lagi bimbingan belajar di salah satu lembaga les” balasku.
“ Oalah, kuliah di situ yah mas “ balas seorang penanya.
“ Ahh, sudah lah bodo” aku terus menenangkan dirinya. Membalas pertanyaan mereka hanya membuat sebagian energi yang ku miliki habis terbuang percuma, tidak efisien dan tidak efektif. Percuma saja menjelaskan mereka pun tak tahu apa-apa bagaimana berjuang meraih sesuatu. Karena bagi seorang Andi, kegagalan hanya terjadi apabila kita menyerah. Cita-cita bukan berbicara seberapa besar dan seberapa tingginya cita-cita itu melainkan, berbicara tentang seberapa besar dan tinggi keinginan kita untuk meraihnya. Banyak jalan menuju Roma, banyak jalan pula menuju meraih jas putih nan mulia. Panggilan hidup menjadi seorang dokter merupakan jalan yang kini Andi tempuh di salah satu fakultas kedokteran di Jakarta.
Orangtuaku telah mendidik aku dengan penuh tanggung jawab terkhusus pada dunia pendidikan karena bagi beliau berdua hanya pendidikan lah warisan paling berharga  yang dapat mereka berikan kepada anak-anaknya. Harta dan tahta suatu hari dapat hilang atau diambil oleh orang lain namun berbeda dengan pendidikan yang diwariskan dalam ajaran ilmu pengetahuan dan teknologi akan abadi terus hingga akhir hayat. Alasan itulah yang mendasari kedua orangtuaku mengutus aku dari Samarinda, Kalimantan Timur untuk sudah bisa lepas mandiri dan merantau sendiri ke Kota Makassar di saat umurku baru menginjak 15 tahun karena pada saat itu salah satu SMA yang ada di sana yang dituju olehku merupakan salah satu SMA unggulan yang ada di Indonesia bagian timur. Intinya pendidikan adalah hal yang terpenting yang tak boleh disia-siakan harus terus dimaksimalkan dan dioptimalkan namun, aku tentunya tak sendiri karena Makassar adalah tempat semua keluarga besar berada dan kota kelahirannku.
Sejak kecil aku sudah dikenal kutu buku namun hanya senang dan tertarik kepada buku-buku yang penuh dengan gambar dan angka. Hal ini tak lepas dari Ayahandaku sebagai seorang guru matematika. Aku terkadang ikut “Bapak” (sebutan Andi untuk ayahnya) ikut mengajar ke kelas-kelas di sekolah. Rumus dan angka bagiku adalah hal yang tak asing ditelinganya. Berbeda dengan ibundaku yang seorang ahli kesehatan masyarakat Melalui beliau, aku mengenal dunia kesehatan karena sedari kecil selalu dibawa oleh “Mama” (sebutan Andi untuk ibunya) untuk ikut serta dalam sosialisasi penyuluhan kesehatan di daerah pedalaman Kalimantan Timur. Melewati sungai, danau, dan hutan belantara itu adalah hal biasa yang sudah dikenalkan Mama kepadaku. Melihat perkembangan anaknya yang terus menunjukkan satu per satu potensi lahiriah yang dia miliki, sempat kedua orangtuaku kebingungan apakah aku harus diarahkan untuk menjadi seorang insinyur atau diarahkan menuju seorang dokter tetapi, Andi kini telah memutuskan jalan hidupnya sendiri tanpa interpensi dari kedua orangtuanya. Orangtua adalah orang yang selalu menginginkan yang terbaik bagi dia entah itu dalam jangka pendek dan jangan panjanga secara sfesifik dan mendetail tak kurang.
▄▀▄▀▄
Sebenarnya menjadi seorang dokter bukanlah sekedar putusan yang biasa tanpa pertimbangan yang mendalam. Aku memilih profesi ini karena suatu peristiwa yang begitu pilu yang membuatku mengucapkan janji kepada salah satu orang yang  ku cintai di dalam keluarga. Aku menjadi dokter bukanlah dokter yang tanpa tujuan tetapi, mendapatkan visi besar yang akundapat ketika umurku menginjak 17 tahun. Visi itu selalu terlintas ada di dalam hatiku ketika memandang kenangan yang terpajang di atas dinding kamar. Kenangan yang direkam oleh kamera pada saat lima hari menjelang kepergiannya untuk selamanya.
“Oma, oma bikin apa itu ? tanyaku sambil membuka pintu. Oma duduk di samping lemari kecilnya mengenakan baju hitam. Beliau sedanh menyisir rambutnya. Beliau juga melihat ke sisirnya begitu banyak rambut yang rontok. “Oma” adalah sebutan yang diberikan Andi kepada nenek. Oma adalah inspirasi bagiku hingga kini.
“Ini sayang, oma mau minum obat dulu “ jawab Oma. Oma mengambil secangkir di atas meja. Begitu banyak obat di sekitar cangkir, berbagai dosis ada di situ.
“Ih,  kenapa naa minum obat terus ?deh kalau saya itu pasti tea ja[1]...enak iyah oma ? “ balasku mendekati Oma.
“ Begitu mi[2] sayang, mau di apa kalau begini sakitnya oma...makanya cepat ko jadi dokter, cepat obati oma toh supaya oma cepat sembuh”  Oma memperlihatkan berbagai jenis obat yang ia konsumsi. Tak lupa selalu ada pisang yang menemani karena ada beberapa obat yang ukurannya cukup besar sehingga cara termudah untuk mengonsumsinya adalah dengan memasukkan obat itu ke dalam pisang.
Edd[3],  pasti mi2 itu omaa..tunggu mi2 saja jadi dokter ja[4] itu, “ Aku tersenyum. Aku selalu meyakinkan Oma bahwa seorang Andi bisa menggapai mimpinya. Besar sekali harapan Oma untuk melihat cucu kesayangannya menjadi dokter kelak yang bisa menyembuhkan penyakit yang beliau derita.
“Oma psti lihat ji[5] toh Andi jadi dokter ? “
“Iya toh makanya rajin belajar “ balas Oma. Oma terus meminum satu persatu obat yang diberikan oleh dokter sembari ngobrol singkat denganku. Aku sangat tahu pada saat itu Oma sedang menderita kanker ovarium[6] namun stadium yang tengah diidap atau divonis oleh dokter, aku tak tahu persis stadium berapa. Pada waktu itu, Oma yang telah berhasil melalui serangkaian tahapan kemoterapi telah divonis bahwa sel-sel kanker yang ada pada tubuhnya telah hilang semua namun Tuhan berkehendak lain, tak disangka sel-sel kanker ternyata telah menyebar ke seluruh tubuh, informasi itu didapat ketika beliau harus melakukan kontrol ke dokter yang menagani beliau sebelumnya. Oma harus menjalani kembali rangkaian kemoterapi kedua kalinya. Kanker telah menggerogoti tubuhnya yang lemah di usia senja. Ketika sebelumnya dilakukan kemoterapi, beliau selalu menjerit kesakitan, kepalanya menjadi botak, muntah-mundah, diare, dan lemas merupakan suatu gambaran yang dapat mendeskripsikan kondisi Oma. Spiritinya untuk sembuhlah yang membuat beliau terus bertahan untuk melawan penyakitnya. Terlintas dalam benak seorang visioner saat mengantar beliau untuk melakukan kemoterapi di rumah sakit di Makassar bahwa umur Oma tak akan lama lagi. Melihat kondisi beliau yang satu demi satu rambut yang beliau miliki satu persatu rontok. Badan beliau betul-betul sangat kurus. Beliau terus merintih kesakitan menahan rasa nyeri disekitar tubuhnya. Beliau selalu merasa gerah dengan kondisinya saat itu. Tak jarang untuk meredakan rasa sakitnya beliau meminta anak dan cucunya untuk memijat  kaki dan tangannya diberi sandaran bantal agar mengurangi rasa tekan.
“Andi, tidak kuat mi2 oma..duhh sakit semua badannya oma” ujar Oma. Oma memegang tangannya sendiri sambil memijatnya. Begitu banyak rasa nyeri yang harus terus ditahan dan diredam.
“ Ih, tidak boleh ki[7] bilang begitu oma, katanya oma mau lihat ka[8] sampai jadi dokter“ balasku
“Aduh, ndak tahan mi2 oma, biar mi2 oma mati saja..sakit sekali Andi”.  Sebelum kepergiannya, beliau selalu meminta anak/cucunya selalu menemani beliau. Tepat pada 31 Januari 2012 pukul 08.30 WITA, Oma menghembuskan nafas terakhirnya sebagai tanda harus menyudai perlawanan berjuang melawan kanker ovarium yang beliau idap.
“Annnddddiiiii, omaa Aaaannnddiii..” teriak Mama dari kamar Oma. Pada saat itu aku sedang berjalan menuju ke kamar mandi. Segeraku buang segala peralatan alat mandi. Handuk yang ku bawa langsung dilempar begitu saja ke sofa. Yang terpenting bagiku melihat kondisi oma yang terdengar gawat pada saat itu.
“Mama, bangun koo lehh..” seru Tante Ani. Tante Ani terus mencoba membangunkan Oma. Mama begitu panik melihat kejadian yang terjadi. Mama mencoba memegang kening, ia masih merasakan kepala Oma masih terasa hangat. Tante Ani merupakan saudara kandung dari Mama. Mereka berdua terus mencoba membangunkan. Ketika aku datang, Mama tengah berusaha mengeluarkan bubur dari dalam mulut Oma sedangkan Tanta Ani meraba bahwa badan Oma kini sudah dingin. Aku tak akan pernah lupa akan kejadian itu, aku memegang kaki beliau sudah kaku dan dingin.  Roh telah meninggalkan raga. Tak ada harapan. Sepucuk harapan yang tumbuh kini telah dipetik oleh Pemilik-Nya.
“Andi cepat ko cari orang dibelakang rumahh..lihat ko ini omaamuu eehh “ sahut Tante Ani yang begitu panik. Aku melihat Mama sudah menangisi tubuh oma yang sudah terbujur kaku, berbeda dengan tanteku yang masih beranggapan bahwa Oma hanya pingsan. Aku pun segera mencari pertolongan. Kebetulan di dekat rumah ada seorang dokter. Kemudian dokter datang memastikan kondisi oma.
Dokter membuka kedua kelopak mata Oma. Mengambil senter di dalam tas dokternya, setelah itu menyalakannya ke arah pupil[9] mata Oma. Hasilnya tak memberi respon, pupil9 mata Oma tak melebar.  Namuan apa daya tak sampai, Oma telah pergi untuk selama-lamanya meninggalkanku dan segenap keluarga besar. Aku hanya bisa terdiam melihat Oma yang kini telah tiada, harapanku melihat Oma menyaksikan aku mengenakan jas putih nan mulia pupus sudah. Aku begitu hancur pada saat itu hanya bisa menangis di luar kamar. Tangisan Mama dan tanteku pecah terdengar hingga keluar rumah.
Aku bersama keluarga betul-betul berduka. Aku merasa laki-laki paling tidak berguna pada saat itu karena tak mampu melakukan apa-apa untuk menyelamatkan nyawa Oma. Aku juga tak menyangka secepat itu salah satu orang yang ku cintai di dalam keluarga harus dipanggil terlebih dahulu sebelum menepati janjiku untuk mengobati penyakit yang diderita oleh Oma. Hanya diam, bingung, hancur, sedih, dan marah semua menyatu di dalam luapan emosi tetesan air mata. Bagiku, kanker itu seperti bom waktu yang kapan saja bisa meledak di dalam tubuh meskipun telah divonis sembuh tapi tetap saja akan tetap ada di dalam tubuh.
 Dari sinilah, awal mula seorang Andi ingin menjadi seorang dokter ahli/spesialis di bidang onkologi (ilmu yang mempelajari mengenai kanker) untuk menebus janji dan harapan yang telah dia buat kepada Oma. Janji yang telah diucapakan harus dipenuh dan ditepati apalagi orang yang dijanjikan telah tiada bukan hanya itu, karena pria sejati akan dianggap sejati kalau dia memegang dan dapat mempertanggungjawabkan perkataan dan omongannya sendiri. Tanah Jawa adalah tempat yang tepat yang telah Tuhan berikan kepadaku untuk menebus janji yang telah ku ucapkan. Tak tanggung-tanggung semua kota disambangi oleh aku untuk mencari jawaban atas pencarian akan jas putih nan mulia itu mulai dari Bandung, Yogyakarta, Solo, hingga berada di Jakarta. Di tiap kota yang aku sambangi bukan hanya soal ilmu pengetahunnya, banyak nilai-nilai yang dipelajari mulai dari kearifan lokal hingga budaya setempatan yang unik dengan karakter orang-orang yang berbeda. Perjalanan itu malah menambah wawasan dan pengalamanku bertemu dengan berbagai orang sehingga bertemu orang baru bukanlah sebuah hal yang lumrah bagiku.
▀▄▀▄▀
Dalam perjalanan menggapai mimpiku, cinta kerap kali mengusik hatiku yang kosong. Kerap kali ketika melihat seseorang wanita yang parasnya cantik dan elok rupanya atau melihat sepasang muda-mudi yang memadu kasih di keramaian kota, sering kali menggunggah hatiku untuk mencoba mencari pasangan tetapi,  mencari wanita idaman yang dikehendaki tidak semudah berbagai kalangan di luar sana yang penting sama cocok, yang penting enak negerasanya, maka hubungan itu lanjut ke pacaran. Pacaran itu bukanlah sebuah mainan atau alat mengisi kekosongan hati melainkan, pacaran adalah tujuan akhirnya adalah pernikahan. Didalamnya juga tak diisi oleh perasaan, tapi juga suatu komitmen sebab semakin lama seseorang menjalin suatu hubungan maka satu demi per satu perasaan yang dulunya ada semasa masa pendekatan perlahan demi perlahan sirna. Oleh karena itu, penting untuk mengenal seseorang itu dari berbagai sisi dan pandangan. Satu hal yang aku yakini saat itu adalah semakin kita mencari cinta sejati yang sempurna semakin kita tak akan mendapatkannya melainkan, mencoba melihat seorang wanita yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna. 
“Pang, lo ngerasa gak ? tanya Trisna sembari melempar tasnya. Mengambil bantal sambil bermain gadget. Suasana begitu sedih, sebab untuk pertama kali aku merasakan yang namanya galau yang berkepanjangan akibat wanita yang ku cintai. Meskipun mereka baru saja pulang dari menonton film di salah satu bioskop di Kalibata.
“Apa ris ?” kembali aku bertanya. Aku berbaring di kasur, sembari menyandarkan kepalaku di atas bantal. Tanganku, kuletakkan diatas kepala sambil melihat ke atas. Menyesali mengapa harus terjadi situasi seperti ini. Aku belajar pada saat itu ketika engkau menggantungkan harapan yang besar, maka kita harus siap untuk menanggung kekecewaan yang besar.
“Menurut pengalaman gue, hidup itu terkadang seperti susunan puzzle ndi, penuh dengan tanda tanya ditiap kepingannya. Kita begitu berhasrat untuk menyusun kepingan puzzle demi puzzle, keping demi keping terangkai dan terkadang kita mengetahui apa yang kita lihat untuk sementara sambil terus berusaha menyusun kepinggan puzzle lainnya. Namun ketika kepingan yang lain datang, kita merasa melihatnya bukanlah suatu hal yang tidak menyenangkan bagi kita sehingga kita pun ogah untuk melanjutkan merangkainya tetapi, yang terpenting adalah tetap terus merangkai puzzle karena hasil akhirlah yang menentukan sehingga kita dapat menarik kesimpulan atas puzzle yang kita susun” jelas Trisna. Tangannya coba mencontohkan penjelasan yang ia maksudkan.
“Iyaa sih ris, betul juga sih kata lu “ balas Andi.
“Kayak lu ini kisah cinta lo itu unik banget ndi, hahahaha”. Tertawanya pun terbahak-bahak tetapi tak serius. Seolah mengejek kisah cinta yang kini dirasakan olehku. Ia coba menenangkanku yang masih galau.
“ Gini ndi..lo itu kyk perumpaan yang gue sebutin tadi, lo itu dalam mendekati seorang wanita kyk nyusun puzzle, lu rangkain tuh satu demi satu ehh tapi giliran tinggal satu atau dua puzzle terahkir lo mau sambungin ehh malah hancur semua “ lanjut Trisna.
“ Betul juga tuh kata lu, gue setuju tuh” ujarku. Tak lama setelah mereka berbicara, Frans tiba-tiba memotong pembicaraan.
“Ndi lu percaya gak sih ini ? “ tanya Frans.
“Apaan ?”
“Alah lu ndi, baru 1 cewe saja lu udah sedih banget...bucin[10] lu dasar,hahahaha”
“Gini ndi.. Terkadang seseorang hadir dalam kehidupan kita itu hanya memberikan pelajaran bagi kita sendiri, jadi gini ketika ntar lu ketemu jodoh lu ya lu udeh siap soalnya banyak hal yang lo pelajarin ketika sama dia..jadi begitu ndi, betul kan gue ?”jelas Frans. Berdiri layaknya lelaki tangguh dalam mempertahankan argumennya.
“Bisa jaddii, tapi boleh..boleh “ balasku.
“Boleh juga tuh kata-kata lu “ balas Trisna. Puzzle itulah yang terimplemntasi dalam bentuk mimpi dan cinta. Mimpi dan cinta saling melengkapi satu sama lainnya apabila dijiwai keduanya dapat digapai. Jalan menuju ke sana tentulah tidak mudah banyak sekali rintangan dan tantangan. Namun puzzle itu terkadang muncul dalam hidup secara tak kebetulan bahkan mengagetkan tak jarang puzzle itulah adalah omongan kita sendiri yang tak secara sengaja terlontar dari mulut kita atau perlakukan kita kepada orang lain.




“Visi itu harus dijaga, karena kelak dia yang akan menjaga kehidupanmu”


[1] Tea ja = tidak mau (bahasa Makassar)
[2] Mi = kata imbuhan, bisa mempertegas, mempersilahkan tergantung konteks kata yang digunakan (bahasa Makassar)
[3] Edd = bentuk umpatan yang sering keluar jika seseorang sedang mengeluh (bahasa sehari-hari Makassar)
[4] Ja = Saya/aku, biasa digunakan pada akhir kalimat (bahasa Makassar)
[5] Ji = hanya/bermakna penegasan suatu kalimat (bahasa Makassar)
[6] Ovarium = kelenjar seksual yang dimiliki oleh wanita
[7] Ki = ‘kamu’, digunakan untuk lawan bicara yang dituakan atau dihormati (bahasa Makassar)
[8] Ka = saya/aku (bahasa Makassar)
[9] Pupil = bagian mata yang berwarna hitam
[10] Bucin = istilah/julukan/panggilan seseorang yang hanya sibuk membicarakan/mengejar/mencari cinta, merupakan suatu akronim dari “Budak Cinta”.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Jam

Kalender