Secangkir
air putih hangat menemani diri yang berbalut sepi di salah satu sudut Kota
Daeng, menemani seseorang yang tengah merenungkan perjalanan hidupnya sambil
melihat ke dalam handphone yang ia
miliki. Di dalam handphone hanya penuh
dengan lalu lalang berbagai notifikasi-notifikasi dari media sosial. Tertunduk
ketika melihat notifkasi itu begitu banyak teman seperjuangan yang ia miliki
ketika bersama-sama duduk di bangku SMA telah memiliki landasan pacu mereka masing-masing untuk menerbangkan
mimpi-mimpinya setinggi-tingginya atau bisa dikatakan mereka sudah mulai
mendirikan pondasi bagi mimpi mereka dengan menggunakan berbagai bahan baku mereka yang telah dimiliki
selama menempuh pendidikan di bangku TK-SMA, di satu sisi “dulu kita
berseragam kebanggaan memakai almamater biru lengkap dengan dasi merah putih
kini telah banyak dari mereka mengalami transformasi mengenakan almamater kuning,
almamater hijau, alamamater merah, dan masih banyak lagi. Orang itu
kembali menikmati air putih hangatnya sambil terpikir didalam benaknya “ (1) Mengapa
kini mimpi-mimpiku harus terhenti sesaat dalam periode setahun ini
? dan (2) Mengapa mereka dapat melakukannya sedangkan aku tidak ?”. Orang itu berdiri
menatap keluar langit yang sedang tersenyum tak ingin terus berada dalam lautan sepi akibat kegagalannya
dalam meraih mimpi, tetapi segera bangkit dan percaya bahwa kegagalan merupakan awal dari sebuah
kesuksesan dalam meraih mimpi.
Begitulah
mimpi merasuki diri seseorang dalam keputusasaannya namun sebelum mengalihkan
pandangan mata lebih jauh ke dalam sudut pandang ini, apa salahnya jika kita menilik
makna dari kata “mimpi” .
Penulis kali ini mengambil dari satu referensi saja yaitu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, mimpi adalah (1) sesuatu yang
terlihat atau dialami dalam tidur; (2) ki angan-angan. Mimpi dalam arti ini
memiliki konotasi yang berbeda dengan apa yang akan penulis bahas kali ini.
Penulis meyakini sebuah kalimat yang pernah penulis baca sebelumnya yang mengatakan : ”Kesalahan terbesar dari hidup ini adalah ketika engkau berhenti bermimpi”, kurang lebih penggalan kalimat dari sebuah buku yang pernah penulis baca. Bermimpi adalah cara kita bisa melihat sesuatu yang belum dapat kita lihat secara kasat mata sekarang namun jauh ke depannya apa yang kita lihat tersebut dapat terealisasikan dengan berbagai usaha-usaha yang kita rintis dan bangun sebelumnya. Bermimpi itu jangan sekadar “aku ingin jadi orang sukses, aku ingin membahagiakan kedua orangtuaku, atau aku ingin menjadi seorang dokter” itu merupakan suatu landasan pemikiran membangun mimpi yang terlalu abstrak namun bukan berarti penulis menganggap hal itu adalah salah sebab itu merupakan sudut pandang yang subjektif bukan objektif. Dalam bermimpi yang perlu dilakukan adalah membangun mimpi itu secara mendetail dan spesifik beserta step by step yang akan diambil dalam mencapai mimpi tersebut. Contohnya seorang siswa yang duduk di kelas 3 SMA “ aku ingin menjadi seorang insinyur (S1) dalam bidang teknik sipil di usiaku 21 tahun dengan predikat cum laude di salah satu perguruan tinggi ternama di Bandung, oleh karena itu aku harus menetapkan metode yang akan dilakukan dalam beberapa bulan atau tahun ke depan melalui cara (1) mengikuti berbagai bimbingan belajar yang harus diikuti minimal 3 bimbel untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut (2) sepulang kuliah aku harus belajar dengan alokasi waktu tersedia 5 jam dengan 2 jam ini aku harus belajar mata kuliah A, 2 jam berikutnya aku belajar mata kuliah B kemudian 1 jam tersisa aku memakainya dengan mengistirahatkan badan dan pikiran hal ini bertujuan untuk sukses dalam setiap ujian semester/midsemster yang aku jalani (3) dst”. Mimpi itu boleh saja besar seperti yang telah penulis utarakan di atas , tetapi yang terpenting dari itu bagaimana membangun konsep mimpi yang dimiliki dengan bermimpilah yang besar tapi mulailah dari yang kecil seperti selalu perumpamaan yang penulis pikirkan mimpi itu seperti rangkaian kepingan puzzle yang terpisah satu sama lain yang ingin satu per satu dirangkai dan direkatkan satu sama lainnya agar terciptalah yang dinamakan mimpi serta satu hal yang perlu ditanam dalam pikiran pembaca di mana awalnya itu tak penting; terpenting itu adalah dimana kita berada pada akhirnya.
Penulis meyakini sebuah kalimat yang pernah penulis baca sebelumnya yang mengatakan : ”Kesalahan terbesar dari hidup ini adalah ketika engkau berhenti bermimpi”, kurang lebih penggalan kalimat dari sebuah buku yang pernah penulis baca. Bermimpi adalah cara kita bisa melihat sesuatu yang belum dapat kita lihat secara kasat mata sekarang namun jauh ke depannya apa yang kita lihat tersebut dapat terealisasikan dengan berbagai usaha-usaha yang kita rintis dan bangun sebelumnya. Bermimpi itu jangan sekadar “aku ingin jadi orang sukses, aku ingin membahagiakan kedua orangtuaku, atau aku ingin menjadi seorang dokter” itu merupakan suatu landasan pemikiran membangun mimpi yang terlalu abstrak namun bukan berarti penulis menganggap hal itu adalah salah sebab itu merupakan sudut pandang yang subjektif bukan objektif. Dalam bermimpi yang perlu dilakukan adalah membangun mimpi itu secara mendetail dan spesifik beserta step by step yang akan diambil dalam mencapai mimpi tersebut. Contohnya seorang siswa yang duduk di kelas 3 SMA “ aku ingin menjadi seorang insinyur (S1) dalam bidang teknik sipil di usiaku 21 tahun dengan predikat cum laude di salah satu perguruan tinggi ternama di Bandung, oleh karena itu aku harus menetapkan metode yang akan dilakukan dalam beberapa bulan atau tahun ke depan melalui cara (1) mengikuti berbagai bimbingan belajar yang harus diikuti minimal 3 bimbel untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut (2) sepulang kuliah aku harus belajar dengan alokasi waktu tersedia 5 jam dengan 2 jam ini aku harus belajar mata kuliah A, 2 jam berikutnya aku belajar mata kuliah B kemudian 1 jam tersisa aku memakainya dengan mengistirahatkan badan dan pikiran hal ini bertujuan untuk sukses dalam setiap ujian semester/midsemster yang aku jalani (3) dst”. Mimpi itu boleh saja besar seperti yang telah penulis utarakan di atas , tetapi yang terpenting dari itu bagaimana membangun konsep mimpi yang dimiliki dengan bermimpilah yang besar tapi mulailah dari yang kecil seperti selalu perumpamaan yang penulis pikirkan mimpi itu seperti rangkaian kepingan puzzle yang terpisah satu sama lain yang ingin satu per satu dirangkai dan direkatkan satu sama lainnya agar terciptalah yang dinamakan mimpi serta satu hal yang perlu ditanam dalam pikiran pembaca di mana awalnya itu tak penting; terpenting itu adalah dimana kita berada pada akhirnya.
Mimpi
itu sesuatu yang tercipta dari alam pikiran seorang manusia namun terkadang pikiran itu dapat menyentuh ke alam bawah sadar seorang manusia
sehingga terkadang kepingan mimpi itu dapat terimplementasi oleh sikap dan
perilaku yang dapat dilihat oleh orang-orang disekeliling kita. Terkadang juga tanpa kita sadari ketika sedang merenung atau mengkhayalkan sesuatu kita
mendapatkan sebuah buah pemikiran, disitulah kepingan mimpi itu hadir dan harus kita tangkap, serap, selanjutnya kemudian aplikasikan. Menurut penulis mimpi
itu seperti suatu transportasi perlu bahan bakar untuk sampai ke tujuan yang kita ingini, oleh karena itu agar mimpi itu terus menyala
dan hidup, mimpi memerlukan bahan bakar untuk menggerakan suatu mimpi adalah keyakinan, semangat, kerja keras, dan
konsisten. Empat komponen ini tidak bisa saling dipisahkan seperti ada ikatan
antar mereka yang saling tarik menarik untuk menggerakan mimpi. Keyakinan ini diperlukan karena
dengan keyakinan, mimpi yang telah ada itu tetap ada dan tetap hidup meskipun
ketiga kompenen diatas tidak ada atau hilang (this is essential for dream); Semangat
diperlukan karena dengan keyakinan saja tidak cukup untuk mimpi tetap hidup dan
ada seperti halnya suatu api nah semangat inilah yang menjadi minyak tanah yang
membuat agar mimpi itu terus menyala bahkan hingga nyala api (dalam hal ini
mimpi) itu begitu besar yang sanggup membakar jiwa para sang pemimpi untuk
meraih mimpi, Kerja Keras ini
diperlukan karena inilah komponen roda-roda yang bekerja menggerakan mesin "mimpi" agar tetap menyala dan tetap hidup, dan Konsisten suatu hal terakhir yang sering disepelekan namun memiliki
dampak yang begitu besar karena dengan
ini mimpi tetap berada pada jalurnya tidak condong ke kiri ataupun condong ke
kanan tetap di tengah namun perlu diingat, terkadang kita sudah mendesain dan
merencanakan mimpi begitu mendetail dan spesifik tapi ternyata di lapangan
banyak yang telah kita rencanakan tidak terealisasikan secara sempurna. Sebagai
seseorang yang meyakini adanya Sang Pencipta yang menciptakan langit dan bumi
beserta segala isinya mimpi yang kita buat tak luput oleh adanya campur
tangan-Nya. Oleh karena itu, penulis terkadang membuat simpulan sebagai factor God’s plan sebab percaya atau tidak dengan turut campur tangan Dia, mimpi yang kita rencanakan
semakin luar biasa meskipun dengan situasi dan kondisi yang dipandang dari
kacamata orang yang melihatnya itu adalah sebuah kegagalan tapi itulah factor God’s plan karena apa yang dari Dia
itu pasti terbaik tapi apa yang dari manusia belum tentu yang terbaik. Untuk menutup
sudut pandang penulis kali ini, mungkin sobat, teman atau rekan sedang
mengalami suatu kegagalan atau mimpi yang tertunda, penulis berpikir terkadang untuk mencapi suatu mimpi besar
kita perlu mundur beberapa langkah untuk melompat menggapainya serta yang
terpenting dari itu desainlah sedemikian rupa mimpi Anda dan bawa mimpi Anda ke
dalam rencana-Nya.
“Mimpi
bukan berbicara tentang seberapa tinggi atau seberapa besarnya, melainkan
tentang seberapa besar keinginin untuk meraihnya”
Dopang
Andrianto
0 komentar:
Posting Komentar