Pendahuluan
Beberapa
waktu yang lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita kematian salah
seorang seleberiti papan atas Indonesia. Yuli Rahmawati atau kerap kita dengar
dipanggil Julia Perez menghembuskan
nafas terahkir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tanggal 10 Juni
2017 akibat penyakit yang beliau telah lama idap, yaitu kanker serviks. Menurut
penuturan beliau tahun 2014, kanker serviks yang ia idap telah berada pada
stadium II pada saat itu.1 Melihat dan mendengar berita tersebut,
kanker serviks memang masih menjadi momok masalah kesehatan bagi wanita selain
kanker lainnya seperti, kanker payudaran dan kanker ovarium.
Kanker
serviks merupakan keganasan yang menyerang mulut rahim, entah itu berasal dari
serviks itu sendiri (primer) atau akibat metastase kanker lainnya (sekunder),
namun untuk sekunder sangat jarang dijumpai. Serviks uteri terletak di inferior
dari uterus, berbentuk silindirs, dan di bagian tengah terdapar ruang yang
sempit. Serviks uteri membentang dari ostium uteri externum hingga ostium uteri
internum.2 Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2013, mendata ada sebanyak 98.692 kasus , dengan estimasi terbesar terdapat di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) selaku rumah
sakit pusat kanker rujukan nasional melaporkan sepanjang tahun 2010-2013
tercatat jumlah kematian sebanyak 178 orang dan insidensinya sebanyak 1295
kasus.3 Perkembangan kasus kanker serviks ini terus mengalami
kenaikan tiap tahun baik di morbiditas dan mortalitasnya.3 Menurut American Joint Committee on Cancer menganalisis
angka kesintasan kanker serviks berkisar lima tahun setelah dilakukan terapi.5
Kanker serviks sekarang sudah banyak ditemukan
dikalangan usia muda. Meskipun metode skrining bagi calon penderita kanker
serviks sudah sangat berkembang dan populer, dengan metode pap-smear. Pap-smear merupakan metode skrining dengan menggunakan
metode mendapatkan sampel dari epitel serviks diambil dengan Ayre spatula pada
alat usap kemudian digoreskan secara memutar 3600 (pasien dalam
posisi litotomi, vagina difiksasi menggunakan spekulum), setelah itu sampel yang
telah dikumpulkan disimpan dalam etil alkohol untuk selanjutnya dibawah ke
laboratorium untuk dianalisis oleh seorang ahli patologi anatomi.4 Menurut
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) menetapkan algoritma deteksi dini
dan tatalaksana kanker serviks.
Gambar
1. Algoritma deteksi dini dan tatalaksana kanker serviks.5
Vaksin
dari kanker serviks sudah tersebar di dunia, namun masih begitu banyak yang
menderita kanker serviks. Berbagai etiologi dapat menyebabkan kanker serviks
antara lain, akibat genetik/familial, kebiasan merokok/minum alkohol, hubungan
seksul pertama dibawah usia 20 tahun, berganti-ganti pasangan, dan menariknya
adanya faktor risiko dari infeksi mikrorganisme yaitu, Human Papilloma Virus
(HPV). HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering mengakibatkan displasia dari
epitel skuamosa dan epitel kolumnar dari serviks.5
Human Papilloma Virus
Human
Papilloma Virus (HPV) masuk ke dalam klasifikasi virus pada famili
Papilomaviridae. Virus ini berbentuk iksohedral, dengan diameter 55 nm.
Komposisi genetiknya adalah 10% terdiri dari DNA dan sisanya merupakan protein.
Bentuk genomnya adalah DNA untai ganda, dengan berat molekul 5 juta, 8 kbp vs 5
kbp. HPV memiliki dua protein struktural, histon seluler mengkondensasi virion
di dalam sel. HPV tidak memiliki selubung dan replikasi dilakukan di dalam nukleus
inang.6
Gambar 2. Struktur Human Papilloma Virus.8
Replikasi
dari virus HPV banyak menyerang lapisan kulit (terutama telapak kaki dan
telapak tangan) dan membran mukosa. Virus ini bereplikasi terbatas pada lapisan
keratinosit yang berdifrensiasi.6,9 Faktor replikasi virus
bergantung pada faktor spesifik dalam sel inang, sehingga virus ini sangat
sulit dikembangbiakkan secara in vitro.7 Protein yang disintesis
pada tahap awal oleh virion teridiri dari E1, E2, E4, E5, E6 dan E7. Protein E1
berfungsi sebagai inisiasi awal dalam tahapan replikasi virion dan E2 berperan
sebagai stimulan untuk replikasi berikutnya. Protein E4 berperan pada perakitan
dan pelepasan virion dari sel inang. Protein E5 bertugas menstimulus dan
mentransformasi aktivitas Epidermal Growth
Factor Receptor (EGFR) untuk meningkatkan proliferasi sel inang. Protein E6 dan E7 yang disintesis diawal
replikasi nantinya akan berinteraksi dengan gen Rb dan p53 pada sel inang
sebagai regulator dalam suppressor tumor. Proses ini merupakan bagian yang
penting untuk mengetahui dan mempelajari terjadinya kanker akibat virus HPV. Protein
yang sintesis tahapan akhir yaitu, L1 dan
L2. Protein L1 dan L2
berperan dalam penyusunan dan perakitan kapsomer virion.6-9
Gambar 3. Siklus hidup Human Papilloma Virus.9
Telah
teridentifikasi lebih dari 100 juta HPV yang telah ditemukan. HPV menyerang
berbagai organ mulai dari serviks, anus, vagina, vulva, dan penis pada sistem
urogentialia. HPV juga menyerang sistem pernapasan dan pencernaan seperti,
kelenjar saliva, cavitas oris, faring, laring, dan sinus paranasal. HPV yang
sering kali menyerang di telapak kaki dan telapak tangan dikategorikan jinak.6,7
HPV
tipe 16 dan 18 yang memiliki risiko tinggi sebagai agen penyebab kanker serviks;
HPV tipe 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, dan 56 dianggap kurang berisko; dan HPV
tipe 6 dan 11 berisiko rendah. HPV tipe 6 dan 11 meskipun risiko rendah tetapi,
memiliki pengaruh terhadap kondiloma kongenital pada bayi. Hal ini didapat oleh
bayi apabila, jalan lahir ketika partus terinfeksi oleh virus ini sehingga
nantinya akan menimbulkan kutil pada laring yang dapat mengganggu jalan nafas
bayi.6-9
For more, click : https://drive.google.com/open?id=0BywF1cYcBfugLTJTOXA5aWRkU0U
0 komentar:
Posting Komentar